Jumat, 11 September 2009

Sekitar Pergolakan Tibet


Dalam beberapa hari ini pers mancanegara dibanjiri oleh 'breaking news'sekitar demonstrasi dengan aksi kekerasan di Lhasa, ibukota DaerahOtonomi Tibet, Republik Rakyat Tiongkok. Diberitakan jatuhnya korban di

fihak pendemo, yang didemo, maupun petugas keamanan Tiongkok.

Bukan saja berita, tetapi dapat dibaca pelbagai ulasan, analisa,komentar, editorial dan 'talkshows' mengenai masalah Tibet. Pers diBarat dan pelbagai negeri, menganggap bahwa demo di Tibet tsb adalahsebagai reaksi terhadap politik opresif RRT terhadap Tibet. Bahwa rakyatTibet berkehendak lepas dari Tiongkok dan mendirikan negara sendiri.Suatu 'Tibet Merdeka'. Dapat pula kita ikuti konferensi pers Dalai Lamadi layar TV. Ia memberikan variannya sendiri mengenai masalah Tibet. Iatidak mengajukan tuntutan 'Tibet Merdeka'. Dalam pernyataannya itu DalaiLama menentang dilakukannya kekerasan. Ia bahkan menyatakan akan mundursebagai pemimpin pemerintahan Tibet di pengasingan, jika kekerasan takterkendalikan. Sementara itu diberitakan bahwa terdapat 'keretakan'bahkan 'perpecahan' dikalangan orang-orang Tibet eksil yang terlibat

dengan gerakan 'Tibet Merdeka'.

Kemudian keluar pernyataan PM RRT Wen Jia Bao yang menegaskan bahwaTibet adalah bagian dari RRT dan bahwa 'kerusuhan' di Lhasa diorganisir

dari luar, oleh orang-orang gerakan Tibet yang dipimpin oleh Dhalai Lama.

Sementara negarawan, termasuk Presiden Bush, PM Brown dari Inggris danpimpinan UNI Eropah menyatakan pandangan kritis mereka terhadapTiongkok. Mereka mendesak pemerintah Tiongkok jangan melakukan kekerasanterhadap kaum pendemo, selanjutnya supaya menyelesaikan masalah Tibetsecara damai. Anggota parlemen senior Amerika Serikat, Nancy Pelosi,memerlukan bertemu dengan Dalai Lama di Dharamsala, India. Di situPelosi berseru kepada masyarakat internasional agar mengecam

pemerintahan Tiongkok di Tibet.

* * *

Timbul pertanyaan. Ada apa di Tibet? Siapa yang mendemo? Apatuntutannya? Dari mana timbul kekerasan? Bagaimana sesungguhnya 'masalah

Tibet'. Bagaimana latar belakang sejarahnya? Dsb.

Mengikuti pemberitaan sekitar Tibet yang terus-menerus mengisi mediacetak dan elektronik sejak beberapa minggu ke belakang, tampak adanyasuatu kampanye internasional yang diregisir rapi disasarkan terhadapTiongkok. Sementara fihak di Barat memulai kampanye tsb denganmempersoalkan 'keabsahan', 'benar-tidaknya' mengadakan Olympic Games diBeijing. Mereka mendesak agar para olahragawan mancanegara jangan hadirpada pesta olahraga internasional di Beijing nanti. Sebagai alasandikemukakan bahwa di Tiongkok masih terus terjadi pelanggaran HAM.Sebagai reaksi atas kampanye tsb di Belanda misalnya, fihak pimpinanKomite Olympiade Nasional menyatakan sikap tidak mencampur-adukkanolahraga dan politik. Belanda akan tetap mengirimkan olahragawan mereka

ke Beijing. Demikian juga sikap negeri-negeri Uni Eropah lainnya.

Banyak sudah yang disiarkan dan ditayangkan di TV mengenai apa yangterjadi di Lhasa, dilihat dari kacamata Barat dan fihak yang menyokongtujuan pembentukan 'Tibet Merdeka'. Maka seyogianya baik juga mencermatiapa yang dikemukakan oleh Raidi,(70 th) dilahirkan dalam keluarga tanihamba. Ia seorang tokoh etnis Tibet, Ketua Kehormatan Komite KonsultasiPembangunan Daerah Otonom Tibet. Raidi telah menyaksikanperubahan-perubahan yang terjadi di Tibet sejak daerah itu tahun 1951dibebaskan secara damai oleh Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok.Pendirian Republik Rakyat Tiongkok bahwa Tibet adalah bagian dariTiongkok, diakui oleh PBB dan negeri-negeri yang punya hubungan normal

dengan RRT.

Raidi menyatakan, peristiwa di Lhasa itu terjadi bukan kebetulan. Selamabelasan tahun ini, Tibet telah mengalami kemajuan paling cepat danperubahan paling besar sepanjang sejarahnya, begitu pula rakyatnyamendapat keuntungan paling banyak dalam sejarah. Namun, demikian Raidi,kekuatan separatis Dalai Lama tidak ingin menyaksikan kemajuan sosial,perkembangan ekonomi dan persatuan berbagai etnis di Tibet, juga tidakingin menyaksikan rakyat Tibet menjadi tuanrumah atas negara danmenikmati kehidupan bahagia. Oleh karena itu, mereka berdaya upayamerusak dan mengganggu kestabilan dan perkembangan Tibet bahkan seluruh

daerah etnis Tibet.

Dikatakan Raidi, bahwa dalam peristiwa kekerasan itu, para perusuh telahmembakar 210 rumah penduduk dan toko, menghancurkan dan membakar 56mobil, membakar atau membacok sampai mati 13 penduduk yang tak berdosa.Ada cukup fakta, katanya, untuk membuktikan bahwa peristiwa itu

diorganisasi, direncanakan, didalangi dan dihasut oleh klik Dalai Lama.

Lanjut Raidi, "Tujuan mereka adalah menimbulkan peristiwa pada masa pekasekarang ini dan sengaja membesarkannya menjadi peristiwa berdarah untukmengganggu Olimpiade Beijing, serta merusak situasi sosial dan politikyang tenteram dan harmonis. Peristiwa kali ini sekali lagi membuktikanbahwa klik Dalai Lama sesaat pun tidak berhenti melakukan kegiatan

separatis dan sabotase."

Situasi di Lhasa dewasa ini, lanjut Raidi, sudah tenang, dan ketertibansosial sudah kembali stabil. Namun klik Dalai dan sejumlah tokoh dinegara-negara Barat bertindak begitu jauh menyebut tindakan pemukulan,penghancuran, penjarahan dan pembakaran sebagai "demonstrasi damai", danmenyebut tindakan untuk menangani tindak kekerasan yang dengan seriusmembahayakan keselamatan jiwa dan harta benda massa rakyat sertaketertiban sosial itu sebagai apa yang disebut "penindasan atas

demonstrasi damai".

Dikatakan oleh Raidi, pernyataan seperti itu disamping menutup mataterhadap duduk perkara yang sebenarnya, juga memutar-balikkan antarahitam dan putih. Raidi mengatakan, saya ingin bertanya: baik negara ataupemerintah mana pun, apakah mereka bisa bersikap acuh tak acuh terhadapperistiwa kriminal kekerasan seperti yang terjadi di Lhasa itu? Jelas,pemerintah mana pun tidak mungkin tidak mempedulikan keselamatan jiwadan harta benda rakyatnya, tidak mungkin menutup mata terhadap tindakanpara perusuh yang merusak ketertiban sosial yang damai dan stabil sertamerusak situasi yang tenteram dan bersatu. Dapat dipastikan bahwa negaramana pun tidak mungkin bertoleransi atas tindak kriminal kekerasan itu."

Demikian kata Raidi.

Kini sebagian besar toko di kota Lhasa sudah buka kembali, perguruantinggi serta sekolah-sekolah menengah dan dasar juga sudah kuliah secaranormal. Ketertiban sosial di Lhasa pada pokoknya sudah kembali normal.

Demikian Raidi.

* * *

Bila hendak berusaha memahami masalah Tibet, maka perlu sekali mendengarketerangan dan versi fihak Republik Rakyat Tiongkok, khususnya darisalah seorang tokoh terkemuka Tibet, Raidi. Mengingat pemberitaan danpeliputan fihak yang mengecam RRT dan menyokong usaha 'Tibet Merdeka'sudah begitu luas dan berlangsung berhari-hari sejak meletusnya konflikdi Lhasa, sudah pada tempatnya, demi mencegah keberat-sebelahan,didengar dan dipertimbangkan baik-baik keterangan dan penjelasan fihakyang membela dan mempertahankan keutuhan dan kedaulatan wilayah Repulik

Rakyat Tiongkok, termasuk Tibet.

Itulah sebabnya diatas dikutip agak ekstensif, bagaimana pendirian fihak

Republik Rakyat Tiongkok.

Sesudah mendengar lebih lanjut keterangan dan mengikuti dengan secermatmungkin, perkembangan selanjutnya, barulah kiranya mungkin memahami apa

yang terjadi di Tibet belakangan ini.

* * *

Dalam pada itu, pertimbangkan segi penting ini.

Bila di suatu bagian, suatu propinsi atau wilayah dari suatu kesatuansuatu negara terjadi konflik dengan pemerintah pusat, sewajarnya masalahini diselesaikan secara bijaksana dan demokratis. Tidak sedikit negeridan negara di mancanegara dewasa ini, yang penduduknya terdiri daripelbagai etnis dan suku bangsa. Gejala ini, bukan saja terdapat dinegara dan wilayah Republik Rakyat Tiongkok. Ini juga terdapat misalnya,di Amerika Serikat yang multi-etnik dan multi-ras. Di AS misalnyaterdapat tidak sedikit golongam penduduk etnis Hispanik yang berdiamagak memusat di bagian tertentu dari wilayah AS. Bila terjadi konflikantara pusat dengan wilayah tsb, pemecahannya bukanlah mendirikan negara

'Hispanik Merdeka' atau 'Negara New Mexico Merdeka'.

Sama halnya misalnya dengan popinsi Quebec di Canada, atau daerah Baskia

di Spanyol, atau di UK dengan Skotlandia atau Irlandia Utara.

Jangan jauh-jauh. Tengok saja negeri kita sendiri. Bila ada soal antaradaerah dengan pusat, jelas salah bila jalan keluarnya hendak ditemukanmelalui pembentukan PRRI/Permesta. Sebagaimana halnya ketika timbulkasus Aceh dengan Jakarta, pasti keliru bila penyelesaiannya adalahpembentukan negara 'Aceh Merdeka', seperti yang dicoba oleh GAM.Demikian pula halnya dengan kasus Maluku yang solusinya hendak ditemukanmelalui pembentukan RMS. Atau kasus Papua, yang pasti tidak selesai

dengan cara membentuk negara 'Papua Merdeka'.

Karena cara-cara solusi seperti itu berarti mempromosi separatisme yangtak akan menyelesaikan soal. Sebaliknya membikin soalnya menjadi lebihrumit, berlarut-larut dan penderitaan bagi rakyat, memancing campurtangan asing. Pada akhirya akan berkesudahan dengan bubarnya negaraRepublik Indonesia. Persis apa yang sejak dulu menjadi tujuan

kolonialisme dan imperialisme.

* * *

Dari pandangan ini, dengan sendirinya orang tidak akan bisa membenarkantuntutan sementara kalangan, bahwa konflik di Tibet, jalan keluarnya

adalah pembentukan negara 'Tibet Merdeka'.

Faktor lain yang perlu dipertimbangkan baik-baik ialah, bahwa selama RRTmeliputi wilayah daerah Tibet, yang bernama Daerah Otonom Tibet, dandiakui oleh mancanegara dan PBB, selama itu, orang harus pertama-tamamenghormati keutuhan wilayah RRT. Selanjutnya menjauhi diri dari campur

tangan langsung dari luar.

* * *
-22 Maret 2008

Sumber :
Ibrahim Isa
11 September 2009

Sumber Gambar:
http://www.conservapedia.com/images/e/e6/Tibet_map.gif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar